Senin, 13 Juli 2009

Ketika Tanganmu Menyentuh Dadaku

Ketika Fathu (Penaklukan) Mekkah, Rasulullah saw berjalan dengan penuh wibawa dan tawadhu. Kemudian Rasul menuju ke Kabah dan menghancurkan berhala-berhala yang mengelilingi Kabah. Rasul bertakbir dan diikuti para sahabatnya. Kemudian Rasullullah saw membaca ayat, “Dan katakanlah, Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap” (QS. Al Isra 81).
Setelah itu, Rasulullah saw menyuruh Bilal mengumandangkan azan. Bilal pun melakukannya. Dan langit Mekkah pun dipenuhi suara seruan kemenangan dan kalimat tauhid. Peristiwa itu terjadi ketika orang-orang Quraisy yang berada di Mekkah sedang dilanda kegalauan. Mereka menyaksikan dengan mata kepala sendiri patung-patung berjatuhan lalu menjadi barang bekas yang tak berguna lagi.
Bukan pemimpin Quraisy saja yang dibuat marah tindakan Rasululah saw terhadap berhala-berhala itu dan seruan Bilal dari atas Kabah. Tersebutlah Fadhalah bin Umair al-Laitsi. Ia marah melihat berhala-berhala nenek moyangnya luluh lantak menjadi tanah dan debu.

Dan ketika Rasulullah saw melintas, maka Fadhalah berkata pada dirinya, “ini orang yang membunuh bapak-bapak kami, menganggap bodoh mimpi-mimpi kami, dan mengecam agama kami serta menghancurkan tuhan-tuhan kami di depan mata kami. Sesungguhnya darah bapak-bapak kami menyeru kami supaya membalas dendamnya. Hubal (nama berhala) memanggil kami untuk membalaskan dendam mereka. Sesungguhnya yang paling membuatku marah adalah suara budak Habsyi ini (Bilal). Dia mengumandangkan dengan keras apa yang mereka sebut dengan azan. Dimana kamu hai Umayah bin Khalaf? Lihatlah budakmu telah menjadi pemimpin yang ditaati sedang naik ke atas bangunan yang paling suci. Sungguh kamu akan lebih bahagia mati sebelum melihat apa yang aku lihat, suaranya itu benar-benar membakar jantungku, meledakkan api kedengkian, dan kemarahanku. Sungguh suara-suara dendam itu benar-benar muncul dan relung hatiku yang terdalam. Aku tidak bisa hidup walaupun sesaat di negeri yang di dalamnya aku tidak mampu melakukan apa yang aku kehendaki. Aku tidak bisa meninggalkan Mekkah karena aku tidak bisa hidup di negeri lain. Aku harus balas dendam, harus melawan. Aku harus membuat reda suara-suara gemuruh azan dan Al Quran ini, harus, harus, harus...”
Kemudian, Fadhalah berjalan sedikit mengendap-ngendap untuk mendekati Rasulullah saw. Lalu ia meraih gagang pedangnya. Tapi Rasulullah saw menoleh seraya berkata, “Apakah kamu Fadhalah?” Dengan rasa segan pada wibawa Rasul dia berkata, “Ya.” Sambil tersenyum, Rasulullah saw bertanya lagi, “Apa yang tadi kamu katakan pada dirimu?”
Fadhalah kelimpungan. Lalu ia bertanya-tanya pada dirinya, “Apa yang diketahui Muhammad di dalam hatiku? Tidak, tidak mungkin pertanyaannya ini berkait dengan yang diungkap hatinya untuk membunuhnya, tidak diragukan bahwa maksudnya adalah hal lain.” Akhirnya, Fadhalah menjawab, “Tidak ada apa-apa wahai Muhammad. Tadi aku mengingat Allah.” Rasulullah saw tertawa dan berkata, “Astagfirullah, aku mohon ampun pada Allah.”
Fadhalah mengerti bahwa Nabi saw memergokinya. Dia sangat ketakutan dan dadanya terguncang. Rasullullah saw kemudian memanggilnya dan Fadhalahpun mendekat. Dan Rasulullah saw mengulurkan tangannya ke dada Fadhalah tepat di ulu hatinya. Kemudian Nabi saw mendoakan hidayah kepadanya. Ia merasakan ketenangan setelah kegelisahan menguncangnya dengan sangat keras. Ia menjadi merasa teduh setelah ketakutan yang luar biasa menimpa hatinya yang kosong.

Fadhalah berkata, “Saat Rasulullah saw meletakkan tangannya di dadaku, terasa tidak ada makhluk Allah di muka bumi ini yang lebih aku cintai kecuali dia.” Fadhalah minta izin pulang dan melintasi jalan yang biasa dilaluinya. Dia melewati seorang wanita yang sebelumnya pernah diajaknya bicara. Wanita itu berkata, “Kemari kita berbincang-bincang, hai Fadhalah.” Fadhalah menjawab, “Tidak, itu sudah berlalu sebelum hari ini.” Wanita itu berkata, “Aneh, apa yang mengubahmu hari ini?”
Dia berkata, “iman kepada Allah dan Rasul-Nya.” Kemudian dia melantunkan syair:
Allah dan Islam enggan padamu
Seandainya engkau melihat Muhammad dan golongannya
Melakukan penaklukan pada hari ini
kehancuran berhala-berhala itu
Niscaya engkau melihat agama Allah itu sangat jelas
Kesyirikan itu menutupi wajahnya dengan kegelapan
Wanita itu menyela, “Kemari, kita berbicara!” “Tidak,” jawabnya. Fadhalah terus berada di jalan Islam. Demikian juga dengan penduduk Mekkah lainnya.
Rasulullah saw tidak memasuki Mekkah dan menaklukkannya begitu saja. Akan tetapi beliau telah menaklukkan hati penduduknya lalu mereka berbaur dalam keindahan iman. Lalu setelah itu tidak ada tempat lagi untuk yang lain.

TELADAN
“Saya telah mempelajarinya. Dia (Muhammad) orang yang hebat menurut saya. Tanpa bermaksud bersikap anti kristus, seharusnya dia dijuluki Juru Selamat Umat Manusia (the savior of humanity).”
(Sir George Bernard Shaw dalam buku The Genuine Islam)

Sumber : Al Falah

0 Comments:

© free template 3 columns