Senin, 02 Februari 2009

Seputar Najis

Pengertian
Najis merupakan kotoran dimana bagi setiap muslim wajib mensucikan diri dan mensucikan apa yang dikenainya.

Dalam FirmanNya :
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri (QS Al Baqarah 222).

Macam-Macam Najis
1. Bangkai
Pengertiannya ialah apa saja yang mati begitu saja, artinya tanpa disembelih menurut ketentuan agama. Termasuk dalam hal ini mengambil atau memotong sebagian anggota tubuh binatang hidup, berdasarkan hadits Abu Waqid al-Laitsi : Telah bersabda Rasulullah saw : “Apa yang dipotong dari binatang ternak, sedang ia masih hidup, adalah bangkai.” (HR Abu Daud dan Turmudzi dan diakui sebagai hadits hasan).


Bangkai yang dikecualikan dari najis :

a. Bangkai ikan dan belalang

Bangkai ikan dan belalang suci, berdasarkan hadits Ibnu Umar ra :

Telah bersabda Rasulullah saw :

“dihalalkan bagi kita dua bangkai, yaitu bangkai ikan dan belalang, sedang mengenai darah yaitu hati dan limpa.” (HR Ahmad, Syafi’I, Ibnu Majah, Baihaqi dan Daruquthni)

b. Bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir.

Binatang ini seperti semut, lebah dan lain-lain maka bangkai binatang ini suci. Jika ia terjatuh kedalam sesuatu dan mati, maka tidak menyebabkan najis.

c. Tulang dari bangkai, tanduk, bulu, rambut, kuku dan kulit serta apa yang sejenis dengan itu hukumnya suci, karena asalnya semua ini adalah suci dan tidak ada dalil yang mengatakan najisnya.

Dalam sebuah hadits dari Ibnu Abbas berkata :

Majikan dari Maimunah menyedekahkan kepadaku seekor domba, tiba-tiba domba tersebut mati, kebetulan Rasulullah saw lewat, maka sabdanya : “Kenapa tidak diambil kulitnya untuk disamak sehingga bisa dimanfaatkan?” “Bukankah itu bangkai?” jawab mereka, “Yang diharamkan adalah memakannya” jawab Nabi. (HR Jama’ah kecuali Ibnu Majah)

2. Darah

Baik ia darah mengalir atau tertumpah, misalnya yang mengalir dari hewan yang disembelih ataupun darah haid, tetapi dimaafkan kalau sedikit.

Dari Aisyah ra berkata : ”kami makan daging sedangkan darah nampak seperti benang-benang dalam priuk.” Berkata Hasan : “kaum muslimin tetap melakukan sholat dengan luka-luka mereka.” (diriwayatkan oleh Bukhori).

Ada lagi sebuah riwayat yang sah dari Umar ra bahwa beliau sembahyang sedang lukanya masih berdarah. (disebutkan oleh Hafidh dalam Al-Fath)

Adapun darah nyamuk dan darah dari bisul, maka dimaafkan berdasarkan dari atsar atau riwayat dari para sahabat tadi.

3. Muntah, kencing dan kotoran manusia

Untuk najisnya semua ini disepakati bersama, hanya kalau muntah itu sedikit, maka dimaafkan. Begitu pula diberi keringanan atas kencing anak laki-laki yang belum diberi makan, maka mensucikannya cukup dengan memercikkan air, berdasarkan hadits Ummu Qais ra yang artinya : “bahwa ia datang kepada Nabi saw membawa bayinya yang laki-laki yang belum diberi makan, dan bahwa bayi terebut kencing dipangkuan Nabi. Maka Nabipun meminta air dan memercikkannya (maksudnya sebagaimana riwayat lain adalah menebarkan air dengan jari-jari tidak sampai air mengalir) keatas kainnya dan tidak mencucinya lagi” (disepakati oleh ahli hadits)

Dan riwayat dari Ali ra berkata : telah bersabda Rasulullah saw : “kencing bayi laki-laki dipercikkan air, sedangkan kencing bayi perempuan hendaklah dicuci” berkata Qatadah : “ini selama keduanya belum diberi makan, jika sudah maka kencing mereka hendaklah dicuci” (HR Ahmad)

4. Wadi

Yaitu air putih kental yang keluar mengiringi kencing, maka hukumnya najis. Berkata Aisyah ra ; “adapun wadi ia adalah setelah kencing, maka hendaklah seseorang mencuci kemaluannya lalu berwudhu dan tidak usah mandi” (Riwayat Ibnu Mundzir)

Dan dari Ibnu Abbas ra berkata : “Adapun mani hendaklah mandi, mengenai madzi dan wadi, pada keduanya berlaku cara bersuci” (diriwayatkan oleh Atsram dan Baihaqi)

5. Madzi

Yaitu air putih yang bergetah yang keluar sewaktu mengingat senggama atau ketika sedang bercumbu. Kadang-kadang keluarnya tidak terasa. Terdapat pada laki-laki dan perempuan, hanya lebih banya pada golongan perempuan. Hukumnya najis menurut kesepakatan para ulama, hanya bila mengenai badan wajib dicuci dan jika mengenai kain, cukuplah dengan memercikkannya dengan air karena ini merupakan najis yang sukar menjaganya sebab sering menimpa pakaian pemuda-pemuda sehat hingga lebih layak mendapat keringanan dari kencing bayi.

Dari Ali ra berkata : “aku adalah seorang laki-laki yang banyak madzi, maka kusuruh seorang kawan untuk menanyakan kepada Nabi saw, mengingat aku adalah suami putrinya. Kawan itupun menanyakan dan jawab Nabi : “berwudhulah dan cucilah kemaluanmu” (HR Bukhari dan lain-lain)

Dari Sahl bin Hanif berkata : “Aku mendapatkan kesusahan dan kesulitan disebabkan madzi dan sering mandi karenanya. Maka aku sampaikan hal ini kepada Rasulullah saw dan jawabnya : “cukuplah kamu berwudhu karena itu” lalu kataku pula : “ya Rasulullah, bagaimana yang mengenai kainku?” Jawabnya : “cukup kau ambil sesauk air lalu percikkan kekainmu hingga jelas olehmu mengenainya.” (HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Turmudzi)

6. Mani

Hukum mani adalah suci, tetapi disunatkan mencucinya jika masih basah dan mengoreknya jika sudah kering. Berkata Aisyah ra : “kukorek mani itu dari kain Rasulullah saw bila ia kering dan ku cuci bila ia basah” (Riwayat Daruquthni, Abu Uwanah dan Al-Bazzar).

Dari Ibnu Abbas ra berkata : “Nabi saw ditanya orang mengenai mani yang mengenai kain. Maka jawabnya “ia hanyalah seperti ingus dan dahak, maka cukuplah bagimu menghapusnya dengan secarik kain atau dengan daun-daunan.” (HR Daruquthni, Baihaqi dan Thawawi).

7. Kencing dan tahi binatang yang tidak dimakan dagingnya

Hukumnya najis, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud ra yang berkata : “Nabi saw hendak buang air besar, maka disuruhnya aku mengambilkan tiga buah batu. Dapatlah aku dua buah dan ku cari satu buah lagi tapi tidak ketemu, maka kuambillah tahi kering lalu kuberikan kepadanya. Kedua batu itu diterima oleh Nabi, tetapi tahi tadi dibuangnya sambil berkata : “ini najis”.” (HR Bukhari, Ibnu Majah dan Ibnu Khudzaimah).

Dan dimaafkan bila hanya sedikit, karena susah menjaganya.

Mengenai kencing dan tahi hewan yang dimakan hukumnya suci berdasarkan hadits dari Anas ra berkata : “orang-orang Ukul dan Urainah datang ke Madinah dan ditimpa sakit perut, maka Nabi saw menyuruh mereka untuk mencari unta perahan dan supaya meminum kencing dan susunya.” (HR Ahmad, Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menjadi dalil sucinya kencing unta dan binatang-binatang lain diqiyaskan kepadanya.

8. Binatang Jallalah.

Hukumnya najis karena ada larangan untuk mengendarainya, memakan dagingnya dan meminum susunya.

Yang dimaksud dengan Jallalah adalah binatang-binatang seperti unta, sapi, kambing, ayam, itik dan lain-lain yang memakan kotoran sampai baunya berubah. Tetapi jika binatang tersebut dikurung dan terpisah dari kotoran-kotoran itu beberapa waktu dan memakan makanan yang baik, hingga dagingnya jadi baik maka nama jallalah tersebut hilang dari dirinya, maka hukumnya halal.

Dari Umar bin Syuaib berkata : “Rasulullah saw melarang memakan daging keledai piaraan, begitupun jallalah, baik mengendarai atau memakan dagingnya.” (HR Ahmad, Nasai dan Abu Daud).

9. Khamar

Ada sebagaian ulama berpendapat khamar adalah najis. Berdasarkan firman Allah :

“Sesungguhnya arak, judi dan bertenun itu adalah najis, termasuk pekerjaan setan.” (Al Maidah 90)

Sebagaian ulama lainnya berpendapat bahwa khamar adalah suci, sedangkan kata-kata najis pada ayat tersebut diatas ditafsirkan bahwa arak, judi dan bertenun merupakan perbuatan setan yang akan menimbulkan permusuhan dan saling membenci serta menjadi penghalang untuk mengingat Allah. Sehingga najis tersebut dimaknai sebagai najis maknawi.

Contohnya adalah ganja, ia adalah haram tetapi tetap suci. Adapun barang najis maka selamanya berarti haram, tetapi bukan sebaliknya. Menetapkan sesuatu sebagai najis berarti melarang menyentuhnya dengan cara apapun, maka menetapkan sesuatu yang najis berarti menetapkan haramnya.

10. Anjing

Anjing hukumnya najis dan wajib mencuci apa yang dijilatnya sebanyak tujuh kali dan yang pertama dengan tanah. Mencuci dengan tanah maksudnya mencampurkan tanah kedalam air hingga menjadi keruh.

Berdasarkan hadits Abu Hurairah ra berkata : “telah bersabda Rasulullah saw : “cucilah bejanamu yang dijilat oleh anjing yaitu dengan mencucinya sebanyak tujuh kali, yang pertama dengan tanah” (HR Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Baihaqi)

Sedangkan mengenai bulu anjing, hukumnya adalah suci dan tidak ada keterangan yang menyebutkannya sebagai najis.

Referensi :
1. Fiqih Sunah,
2. Fiqih Wanita,
Selengkapnya...

© free template 3 columns